Selasa, 29 Desember 2009

JUMLAH SISWA DI SEKOLAH SWASTA MEROSOT TAJAM

Samarinda,- Jumlah siswa yang masuk sekolah swasta selalau merosot tajam setiap tahun. Merosot jumlah siswa swasta ini karena pemerintah membuka sekolah negeri dengan tanpa menggandeng pengelola sekolah swasta.
Menurut Yos Soetomo, pendiri Yayasan Sumber Mas Group yang mengelola enam sekolah, baik tingkat TK hingga SMA atau yang sederajat, merosotnya siswa ini disebabkan lantaran pemerintah seolah perlomba dan bersaing mendirikan sekolah negeri baru, sehingga siswa lebih memilih masuk ke sekolah negeri daripada sekolah swasta.
Menjamurnya sekolah negeri itu menurut pandangannya mulai tumbuh sejak diberlakukannya undang-undang otonomi daerah pada 1999. Sejak itu masing-masing daerah seolah berlomba mendirikan sekolah negeri tanpa menggandeng sekolah swasta, sehingga pengelola sekolah swasta merasa dirugikan.
Di Sekolah Kesatuan saja, sebelum otonomi daerah diberlakukan, jumlah siswanya mulai dari TK hingga SMA atau yang sederajat mencapai lebih dari 3.000 orang. Namun sejak otonomi daerah berlaku dan daerah berbondong-bondong mendirikan sekolah negeri, jumlah siswanya kini hanya tercatat 800 orang saja.
”Di Sekolah Kesatuan yang dibangun Yayasan Sumber Mas Group hingga saat ini ada enam unit, yakni satu TK Kesatuan, satu SD Kesatuan, satu SMP Kesatuan, satu SMA Kesatuan dan dua SMK Kesatuan,” kata Yos Soetomo, di Samarinda, Senin (2/11).
Akibat dari merosotnya siswa di Sekolah Kesatuan, lanjutnya, yayasan tersebut hampir saja menggabungkan dua sekolah sejenis menjadi satu dan berniat mengurangi jumlah guru.
Namun setelah dilakukan pemikiran secara bijaksana, hal itu urung dilakukan olehnya meski dari bulan ke bulan yayasan selalu mengalami devisit, baik untuk operasional ataupun untuk gaji guru.
Menurutnya, jika pihaknya mengurangi jumlah guru, maka guru yang akan diberhentikan tersebut otomatis tidak akan memiliki pekerjaan, kalaupun masih ada pekerjaan lain untuk bertahan hidup, paling tidak penghasilan guru akan berkurang.
Jika penghasilan seseorang berkurang atau ada yang tidak memiliki lapangan pekerjaan lagi, hal ini tentu saja akan menambah jumlah kemiskinan di Samarinda. Hal inilah yang tidak ia kehendaki.
Setiap bulan yayasan harus mengelurakan dana senilai Rp130 juta untuk menggaji 96 guru di enam sekolah milik yayasan itu, namun pemasukan untuk semua sekolah tersebut hanya Rp100 juta, sehingga pihaknya harus menutupi sebesar Rp30 juta.
Untuk tidak mengurangi guru, maka yayasan memiliki kebijakan dan telah disepakati para guru, yakni setiap guru yang telah bersertifikasi dan mendapat gaji serta tunjungan lebih, maka guru tersebut harus menyisihkan penghasilannya untuk guru lain guna menutupi devisit. Selain itu agar yayasan juga tidak mengurangi tenaga guru. ()

Tidak ada komentar:

Posting Komentar