Rabu, 30 Desember 2009

GULA MERAH PEDALAMAN SULIT DAPAT LABEL HALAL

Samarinda,- Gula merah produksi warga pedalaman Kaltim sulit mendapat label atau sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim, pasalnya dalam proses pengolahannya rentan tercampur dengan zat yang diharamkan Islam.

”Ada beberapa home industri di pedalaman yang minta sertifikat halal ke kami, namun setelah kami cek ke lapangan, ternyata proses pengolahannya rentan tercampur dengan barang-barang haram,” kata Sekretaris Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Makanan (LP POM) MUI Kaltim, Gina Saptiani di Samarinda, Kamis (26/11).

Dilanjutkan, zat-zat haram yang rentan tercampur dalam proses pengolahan gula merah itu adalah liur anjing dan liur serta bulu babi, sehingga pihaknya tidak mungkin memberikan label hala kepada gula merah tersebut.

Menurutnya, di pedalaman ada sejumlah orang atau kelompok yang mengolah gula merah, namun cetakan gula merah itu setelah digunakan tidak langsung disimpan, namun dibiarkan tergeletak di tanah begitu saja, sehingga kemudian dijilati anjing dan babi karena di daerah itu banyak berkeliaran binatang tersebut.

Menurutnya, pengolah gula merah di pedalaman yang sebagian memang bukan non Muslim memang suka memelihara anjing, dan sebagian lagi juga memelihara babi, sehingga cetakan gula merah setelah dijilati anjing atau babi tidak mungkin dibersihkan dengan cara Islam karena mereka memang tidak mengetahui caranya.

Selain gula merah, lanjutnya, lempok durian yang merupakan salah satu makanan olahan khas Samarinda yang sudah terkenal dan menjadi salah satu makanan yang diburu wisatawan itu juga sulit mendapat label halal dari MUI Kaltim.

MUI Kaltim tidak bisa menerbitkan sertifikat halal karena aktivitas pengolahan lempok durian yang bahan bakunya didatangkan dari pedalaman Kaltim itu masih mengandalkan warga non muslim dalam aktivitas panen serta proses memisahkan daging dan biji durian.

Sementara di sekitar wadah menaruh daging durian itu berkeliaran anjing dan babi, sehingga tidak bisa dijamin kehalalan dari aktivitas pengolahan lempok durian tersebut. Durian memang halal, tapi proses pemisahan daging durian yang merupakan bahan utama lempok durian itu yang rentan tercampur zat haram.

”Meskipun barang itu halal, namun ketika dalam proses pembuatannya tercampur dengan zat haram, baik bahan tersebut langsung dijilat anjing atau babi, atau wadah untuk membuat makanan tersebut pernah dijilati anjing atau babi, maka makanan itu menjadi haram,” kata Gina Saptiani. ()

***
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar